Jiwa Bertahta Dalam Raga

Jiwa Bertahta Dalam Raga
08-Sep-2024 | sorotnuswantoro Bumiayu

Tempat ruh manusia, nyawa kehdiupan, di dalam raga adalah dada. Tempat itu dihubungkan dengan indera. Urusan yang dihadapinya adalah agama dan tugasnya adalah mengikuti ajaran-ajaran Allah, yang bertujuan memelihara alam nyata agar tetap selaras dan teratur.

Setiap jiwa melaksanakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah atas dirinya serta tidak mengaku-aku bahwa amal perbuatannya berasal dari dirinya sendiri, sebab, ia tak terpisahkan dari Allah. Seluruh amal perbuatannya dari Allah tak ada pemisahan antara “Aku” dan Allah dalam amal perbuatan dan ibadahnya:

Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, kerjakanlah amal shaleh dan janganlah mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.

(Al-Kahfi (18) : 110).

Allah Maha Esa. Dia mencintai setiap yang Esa dan tunggal. Dia menghendaki agar semua pengabdian dan amal shaleh, yang dipandang-Nya sebagai ibadah, hanya untuk-Nya. Karena itu, jangan memperdulikan rasa suka atau benci orang lain terhadap perbuatannya. Selain itu, jangan lakukan perbuatan dengan tujuan meraih sesuatu yang bersifat duniawi. Semua amal harus dilakukan hanya demi dan untuk Allah.

Kemampuan luar biasa,seperti melihat tanda-tanda keberadaan Allah manifetasi sift-sifat-Nya, keunggulan dalam kemajemukan, hakikat di balik penampakkan dan kedekatan kepada Sang Pencipta merupakan buah amal shaleh dan keikhlasan ibadah.

Tetapi, semua ini masih berkaitan dengan kehidupan ragawi, dari ujung kaki hingga ke langit. Kemampuan luar biasa lainnya, seperti berjalan di atas air, terbang di angkasa, menempuh jarak yang jauh dalam waktu singkat, mendengar suara atau melihat dari jarak yang sangat jauh, mengetahui pikiran orang lain, dan lain-lain, juga bersifat duniawi.

Seseorng boleh mengharapkan balasan ekbaikan di akhirat sitana surga, pelayan-pelayan belia, wanita yang selalu perawan sebagai isteri, susu, madu, anggur, dan semua nikmat surga lainnya atas amal shalehnya di dunia. Namun, semua nikmat itu, hanayalah karunia surga tingkat terendah, yakni surga duniawi.

“Jiwa aktif” bertempat di dalam hati. Ia bertugas untuk mengetahui jalan ruhani. Ia terhubung dengan empat Asma’ul Husnah yang pertama. Seperti duabelas nama Allah lainyya, keempat nama ini pun tanpa suara maupun huruf sehingga tak dapat dihafalkan.

Allah Swt berfirman:

Dan katakanlah: “Serulah Allah atau serulah al-Rahman. Dengan nama mana pun kau seru, Dia memiliki nama-nama yang indah (al-Asma’ul Husna)."

(Al-Isra (17) : 110).

"Allah memiliki nama-nama yang indah (al-Asma’ul Husna) maka serulah Dia dengannya."

(Al-A’raf (7) : 180).

Banyak firman Allah yang merupakan pedoman utama bagi manusia untuk mengetahui nama-nama Allah. Ini merupakan pengetahuan tentang wujud batin seseorang. Jika ia dapat meraihnya, niscaya ia dapat meraih maqam ma’rifat, yakni ketika ia mengetahui Nama Yang esa secara sempurna.

Nabi Muhammad saw bersabda:

“Allah Swt memiliki sembilan puluh sembilan nama. Barangsiapa mengenalnya, ia akan masuk surga.”

Dalam hadis yang lain Nabi Muhammad bersabda:

“Ilmu itu satu. Kemudian orang-orang yang berilmu membuatnya menjadi seribu.”

Ungkapan ini menunjukkan bahwa hanya ada satu nama bagi zat yang tunggal, yang kemudian terpantulkan menjadi seribu sifat dalam diri orang-orang yang menerimanya.

Pada dasarnya, dua belas nama Allah bersumber dari kalimat Syahadat: La ilaha ilallah – tidak ada tuhan selain Allah. Kedua belas nama itu diwakili oleh setiap huruf dari penggalan kalimat tauhid ini.

Allah Swt. telah menetapkan satu nama pada etipa huruf dalam kalimat itu. Dan keempat alam yang dilewati jiwa juga memiliki namanya masing-masing. Allah Swt. mengukuhkan hati para pecinta dalam cinta-Nya.

Allah SWT berfirman:

"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh di kehidupan dunia dan akhirat ....

(Ibarhim (14) : 27).

Kemudian Dia menganugerahkan mereka kedekatan kepada-Nya. Dia menanamkan pohon tauhid dalam hati mereka. Akarnya menancap di lapis ketujuh bumi yang ktia pijak dan cabangnya menjulang ke tujuh lapis langit hingga mencapai Arasy dan mungkin lebih tinggi lagi.

Allah Swt berfirman:

Tidakkah kau perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.

(Ibrahim (14) : 24).

“Jiwa aktif” berada di dalam hati yang hidup. Pusat perhatiannya aalah alam malakut. Ia dapat melihat surga alam ini. Para penghuninya, cahaya, dan semua malaikat yang ada di sana. Percakapannya adalah percakapan batin, tanpa kata dan tanpa suara. Pikirannya selalu terarah kepada hakikat makna rahasia. Temepat kembalinya di akhirat adalah Jannah Na’im, surga yang berisi segala nikmat dari Allah.

Tempat “Jiwa Sultan”, atau tempat ia menjalankan pemerintahannya, adalah pusat atau inti hati. Tugasnya adalah mencapai ma’rifat, dan ia harus menangani pengetahuan tentang semua bentuk ma’rifat, yang merupakan sarana pengabdian kepada Allah.

Rasulullah mengatakan bahwa:

“Ilmu terbagi ke dalam dua bagian bagian yang berada pada lidah manusia, yang meneguhkan keberadaan Allah, dan bagian yang ada dalam hati manusia. Ilmu itulah yang mutlak dibutuhkan untuk meraih tujuan manusia.”

Buah ilmu yang sejati hanya bisa dicapai oleh aktivitas hati.

Rasulullah saw. bersabda:

“Al-Qur’an memiliki makna lahir dan makna abatin.”

Allah mewahyukan Al-Qur’an dalam sepuluh lapis makna. Lebih tinggi tingkatan maknanya, lebih besar manfaatnya, karena lebih dekat kepada hakikat. Kedua belas nama Allah adalah laksana duabelas mata air yang memancar dari batu yang dipukul oleh Nabi Musa as. Dengan tongkatnya:

Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu.” Lalu memanarlah arinya dua belas mata air. Sungguh setiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) .....

(Al-Baqarah (2) : 60).

Ilmu lahir laksana air hujan, yang datang dan pergi, sedangkan ilmu batin laksana mata air yang tak pernah kering.

Allah berfirman:

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian maka darinya mereka makan.

(Yasin (36) : 33).

Allah telah menciptakan sebutir benih di langit, yang kemudian menjadi kekuatan hewani dalam diri manusia. Dia pun telah menciptakan benih di alam jiwa (‘alam al-anfus), yang merupakan sumber tenaga, makanan bagi jiwa. Benih itu disirami oleh mata air ilmu.

Rasulullah saw. bersabda:

“Jika seseorang jujur dan suci selama empat puluh hari, niscaya sumber ilmu akan memancar dari hatinya menuju lidahnya.”

Jiwa sultan akan merasakan takjub dan cinta setelah menyaksikan manifestasi keindahan, karunia, dan kesempurnaan Allah:

Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat yang memiliki akal yang cerdas. Dan (Jibril) menampakkan diri dalam rupa yang asli, sedang ia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian ia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Jadilah ia dekat (kepada Muhammad sejarak) dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu ia sampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.

(Al-Najm (52) : 5 – 11).

Dengan ungkapan yang indah Rasulullah saw. menjelaskan keadaan ini "Mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.”

Mukmin pertama dalam hadis ini adalah hati orang beriman yang sempurna, dan mukmin kedua, yang tercermin pada hati orang yang beriman, adalah Allah Swt karena Dia menamai Diri-Nya sendiri sebagai “MUKMIN”:

Dialah Allah yang tiada tuhan selain Dia ..... yang memberi kemanan (Al-Mu’min) .....

(Al-Hasyr (59) : 23).

Rumah jiwa ultan di akhirat adalah firdaws – surga samawi.

Ruh suci bertahta di pusat hati, yang juga menjadi tempat Dia menyimpan rahasia-Nya (sirr). Dalam sebuah hadis qudsi Allah menjelaskan:

“Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya.”

Ruh suci berusaha meraih hakikat melalui tauhid. Ia membawa kemajemukan ke dalam ketunggalan dengan terus-terusan melafalkan Yang Esa dalam bahasa rahasia Ilahi – bukan bahasa lahir yang dapat didengar telinga.

Dan jika kau keraskan ucapanmu, sesungguhnya Dia mengethui rahasia dan yang lebih tersembunyi

(Thaha (20) : 7).

Hanya Allah yang mendengar bahasa ruh suci, dan hanya Dia yang mengetahui keadaannya.

Keunggulan ruh suci adalah dapat melihat makhluk yang pertama diciptakan – keindahan Allah. Ia memiliki rahasia penglihatan. Baginya, melihat dan mendengar adalah satu. Baginya, tak ada perbedaan dalam segala yang dilihatnya. Baginya, kekuatan dan murka Allah menyatu dengan sifat keindahan, karunia, dan kasih-sayang-Nya.

Ketika manusias menemukan tujuannya, rumahnya, seperti ketika menemukan akal sebab, pikiran yang dulu mengendalikannya tunduk kepada titahnya:

hatinya berlabuh dalam keterpesonaan, lidahnya menjadi kelu. Ia tak memiliki daya untuk menyampaikan kabar tentang semua keadaan ini, karena tak ada sesuatu pun yang menyamai Allah.

Jika penjelasan ini didengar oleh orang-orang yang mengetahui, biarkan mereka memahami lebih dahulu tingkatan pengetahuan mereka; biarkan mereka mencurahkan segenap perhatian kepada realitas sejati segala sesuatu yang mereka ketahui sebelum berusaha melihat ke ufuk yang lebih jauh, dan sebelum berupaya mencapai tingakatan baru.

Dengan begitu, mereka dapat meraih tingaktan pengetahuan mengenai karunia Ilahi. Alih-alih mengingkari penjelasan yang telah kami sampaikan, mudah-mudahan mereka berusaha mencari pengetahuan untuk meraih ketunggalan, keesaan. Itulah langkah penting yang harus mereka tempuh.

Tags