Bedhol Kedhaton Dan Topo Bisu, Simbol Keteguhan Wonosobo Dalam Menjaga Budaya Dan Menatap Masa Depan

Bedhol Kedhaton Dan Topo Bisu, Simbol Keteguhan Wonosobo Dalam Menjaga
23-Jul-2025 | sorotnuswantoro Wonosobo

Headline News— Dalam rangka memperingati Hari Jadi ke-200 Kabupaten Wonosobo, Pemerintah Kabupaten Wonosobo menyelenggarakan dua prosesi sakral yang menjadi simbol keteguhan dalam menjaga jati diri budaya, yaitu Bedhol Kedhaton dan Topo Bisu, pada Selasa (23/7/2025).
Dengan mengusung tema:
“Kukuh ing Tembayatan, Unggul ing Samukawis, Tumuju Wonosobo Raharjo, Adil lan Makmur,”
pemerintah menunjukkan komitmen kuat bahwa pelestarian budaya adalah fondasi utama dalam membangun daerah yang adil, makmur, dan berkarakter.


Kirab Bedhol Kedhaton: Menghormati Leluhur, Menguatkan Spirit Daerah

Pagi hari, suasana penuh khidmat menyelimuti Desa Plobangan, ketika para sesepuh adat mengambil air suci dari Tuk Sampang dan tanah dari makam Ki Ageng Wanasaba, leluhur agung yang menjadi tokoh pendiri Wonosobo.

Unsur-unsur sakral tersebut kemudian dikirab menuju Pendopo Kabupaten Wonosobo, dalam sebuah arak-arakan budaya yang megah namun tetap penuh kekhidmatan. Bupati Wonosobo beserta jajaran Forkopimda dan ratusan masyarakat lintas usia turut serta berjalan kaki, mengenakan busana adat dan membawa lambang-lambang kehormatan daerah.

Kirab Bedhol Kedhaton bukan hanya prosesi simbolik, tetapi manifestasi kecintaan terhadap akar sejarah dan nilai-nilai luhur yang membentuk kepribadian Wonosobo sebagai daerah yang berbudaya tinggi.


Prosesi Topo Bisu: Tafakur dalam Diam, Doa dalam Langkah

Pada malam harinya, menjelang pukul 19.15 WIB, prosesi Topo Bisu digelar dengan suasana hening dan penuh perenungan. Dimulai dari halaman Klenteng Hok-Hok Bio, ratusan peserta dari berbagai unsur masyarakat menyusuri jalan menuju Pendopo Kabupaten dengan membawa obor dan berjalan tanpa berbicara.

Keheningan dalam Topo Bisu menggambarkan kekuatan batin dan ketulusan doa kolektif. Dalam diam, peserta menapaki perjalanan spiritual menuju refleksi bersama atas perjalanan dua abad Kabupaten Wonosobo, sekaligus memohon berkah untuk masa depan yang lebih terang.

“Topo Bisu mengajak kita semua untuk merenung, memaknai perjalanan, dan bersyukur atas warisan budaya serta rahmat pembangunan yang terus mengalir,” ungkap Bupati Wonosobo di hadapan peserta kirab.


Birat Sengkolo: Menolak Sengkala, Merajut Harapan

Sesampainya di Pendopo, prosesi dilanjutkan dengan Ritual Birat Sengkolo, yaitu mencampurkan air dan tanah suci dalam satu wadah sebagai simbol penolakan segala bentuk kesialan, serta pembuka jalan bagi keberkahan dan kemakmuran.

Ritual ini dipimpin oleh pemuka lintas agama dan diikuti dengan doa bersama yang mencerminkan harmoni serta toleransi antarumat beragama di Wonosobo. Nilai-nilai spiritual, kesederhanaan, dan kebersamaan tampak begitu nyata dalam momen ini.


Refleksi Dua Abad: Wonosobo Menatap Masa Depan dengan Optimisme

Peringatan Hari Jadi ke-200 bukan sekadar nostalgia, melainkan juga momentum strategis untuk memperteguh arah pembangunan. Melalui Bedhol Kedhaton dan Topo Bisu, Pemerintah Kabupaten Wonosobo menegaskan bahwa budaya bukan hanya warisan, tapi juga kekuatan untuk membentuk karakter pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Dengan semangat “Kukuh ing Tembayatan, Unggul ing Samukawis,” pemerintah dan masyarakat Wonosobo bergandengan tangan menuju Wonosobo Raharjo—daerah yang damai, sejahtera, dan membanggakan di tengah arus kemajuan zaman.

Tags