Ketua Komisi A Dprd Kabupaten Wonosobo Mendukung Reaktivasi Jalur Kereta Api Purwokerto Wonosobo, Begini Alasanya

Suwondo Yudistiro salah satu tokoh politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa sekaligus ketua komisi A DPRD kabupaten Wonosobo ini memberikan wawancara eksklusif berbagai isu yang telah menjadi perhatian publik, Senin (12/8/2024) di rumahnya pada saat menggelar tasyakuran pelatikan dirinya menjadi anggota DPRD periode 2024-2029.
Dari reaktifasi jalur kereta api, dia memaparkan isu menurut pandanganya secara gamblang, Semua bisa menjadi isu termasuk persoalan reaktivasi jalur kereta api katanya.
Menurutnya reaktivasi jalur kereta api menimbulkan berbagai pernyataan dan reaksi dari masyarakat yang tempat tinggalnya terpengaruh oleh proyek reaktivasi kereta api tersebut.
PT KAI, Pemangku Kebijakan dan Partai Politik juga turut serta dalam pembicaraan ini.
Suwondo mengatakan reaktivasi jalur rel kereta api (KA) yang menghubungkan Purwokerto hingga Wonosobo karena dinilai akan menggerakkan perekonomian di wilayah Wonosobo dan kota-kota yang berada di Jawa Tengah bagian selatan.
Ini adalah pengembangan dari gagasan awal yang semula kita ingin mengembangkan dari Yogyakarta, namun ternyata jaraknya masih terlalu jauh, butuh waktu yang terlalu lama, lebih dari 2 jam, rel yang digunakan itu jalur luar kota.
Terkait dengan hal itu, suwondo mengatakan saya sangat mendukung dengan adanya reaktivasi jalur kereta api (KA) Purwokerto hingga Wonosobo karena bisa menarik banyak wisatawan ke Wonosobo sehingga dapat mendongkrak perekonomian masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan khususnya di kabupaten Wonosobo ini, saya akan menjadikan ini sebagai agenda rencana pembangunan daerah jangka panjang dan dalam waktu dekat, pihaknya ingin mengajak semua pemangku kepentingan khususnya pemerintah daerah, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan Bank Indonesia untuk melakukan ekspedisi reaktivasi rel dari Purwokerto sampai Wonosobo.
Menurut dia, kegiatan tersebut akan dilanjutkan dengan diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD) mengenai bagaimana upaya seluruh pemangku kepentingan mendorong kebijakan reaktivasi jalur rel kereta api (KA) Purwokerto hingga Wonosobo tersebut.
"Tentu ini langkah awalnya adalah semua stakeholder, pemda, masyarakat itu bersama-sama mendorong ini sebagai sebuah kebutuhan, sebuah urgensi. Berikutnya masuk dalam skala prioritas pembangunan, baik kabupaten, kemudian regional Jawa Tengah dan nasional," katanya.
Selanjutnya, kata Suwondo, reaktivasi jalur rel Purwokerto hingga Wonosobo tersebut bisa menjadi sebuah prioritas di Proyek Strategis Nasional (PSN).
Lebih lanjut, Suwondo mengakui jalur rel Purwokerto hingga Wonosobo yang masih ada berada di jalur rel Purbalingga hingga Wonosobo, sedangkan sebagian jalur rel Purwokerto hingga Purbalingga sudah tertutup oleh bangunan atau pemukiman.
"Berarti kalau memang itu bisa jadi kebijakan, paling tidak nanti akan ada sedikit memutar di Purwokerto, baru menyambung ke rel yang lama," katanya.
Terkait dengan urgensi reaktivasi jalur rel Purwokerto hingga Wonosobo, dia mengatakan kekuatan ekonomi di wilayah Jateng Selatan berasal dari sektor pertanian, pariwisata dan maritim.
Menurut dia, semua itu membutuhkan infrastruktur yang menghubungkan seluruh titik potensi tersebut.
"Yang paling feasible dan dimensi kelancaran serta tidak terganggu oleh kemacetan adalah jalur kereta. Dulu, zaman Belanda, ini (jalur rel Purwokerto hingga Wonosobo) adalah jalur ekspor ke Pelabuhan Tanjung Intan di Cilacap," katanya.
Dalam hal ini, kata Suwondo, komoditas ekspor berupa hasil pertanian dari wilayah Wonosobo dikirim ke Cilacap melalui jalur rel Purwokerto hingga Wonosobo.
"Tentu kita sayang sekali kalau tidak bisa meneruskan, ini sebenarnya tinggal meneruskan. Makanya dalam skema yang besar juga, reaktivasi ini bagian dari menghidupkan ekonomi kabupaten Wonosobo dan kota-kota yang ada di Jawa tengah bagian Selatan sekaligus prospek untuk ekspor agronya melalui Pelabuhan Tanjung Intan," katanya.
Operasional jalur rel Purwokerto hingga Wonosobo dihentikan sejak tahun 1978 karena dinilai kalah bersaing dengan moda transportasi lain.
Jalur tersebut terakhir kali dilintasi kereta api pada pengujung tahun 1986, yakni KA barang yang berhenti di Stasiun Mantrianom atau sekitar 8 kilometer sebelah barat pusat kota Banjarnegara.
KA barang tersebut mengangkut peti kemas yang berisi komponen elektrik dari Prancis untuk keperluan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Panglima Besar Soedirman di Mrica, Banjarnegara pungkasnya.