Perbedaan Antara Musdesus Dan Musdes, Serta Sanksi Bagi Kepala Desa Yang Tidak Melaksanakaan Musdes

LEBAK ,– Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) merupakan forum yang digelar untuk membahas program-program strategis yang tidak termasuk dalam kegiatan pembangunan rutin tahunan di desa. Karena sifatnya yang mendesak dan penting, kepala desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyelenggarakan Musdesus dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, Musdesus dipimpin oleh kepala desa atau perangkat desa bersama BPD, sementara masyarakat berperan sebagai peserta musyawarah. Salah satu contoh program strategis nasional (PSN) yang dibahas dalam Musdesus adalah pembentukan Koperasi Merah Putih (KMP), yang merupakan inisiatif Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo–Gibran. Program ini wajib dibentuk di seluruh desa di Indonesia, paling lambat tanggal 30 Juni 2025. Hal ini berkaitan dengan tenggat waktu legalitas dokumen administratif KMP yang harus diterbitkan oleh lembaga berwenang pada 12 Juli 2025.
Sebagai bagian dari kebijakan Presiden Republik Indonesia, regulasi tentang KMP telah disusun, termasuk alternatif pelaksanaan apabila desa tidak mampu mengadakan Musdesus. Dalam hal ini, tidak ada sanksi, baik administratif maupun pidana, bagi desa yang tidak melaksanakan Musdesus. Alternatifnya adalah pelaksanaan program usaha yang dikelola dengan manajemen dan kepengurusan yang baik, berdasarkan hasil musyawarah demi kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Musyawarah Desa (Musdes) merupakan forum musyawarah tertinggi di desa yang menentukan arah kebijakan dan program pembangunan desa dalam tahun berjalan. Hasil Musdes akan menjadi dasar penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, Musdes wajib dilaksanakan setiap tahun, paling lambat pada bulan Juni.
"Musdes adalah bagian dari strategi pembangunan desa dalam tahun berjalan, dan pelaksanaannya menjadi kewajiban untuk menjamin pelayanan dan pembangunan desa yang berkelanjutan," ujar Eli Sahroni.
Ia menegaskan bahwa pembangunan tahunan harus ditetapkan melalui forum Musdes yang sah dan melibatkan perwakilan seluruh komponen masyarakat.
Dasar hukum penyelenggaraan Musdes diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 114 Tahun 2014
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Nomor 16 Tahun 2019
Ketentuan tersebut juga mencakup sanksi bagi kepala desa yang tidak menyelenggarakan Musdes. Bupati atau Wali Kota sebagai atasan kepala desa memiliki kewenangan memberikan sanksi administratif.
"Jika kepala desa tidak melaksanakan Musdes, Bupati atau Wali Kota dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, hingga pemberhentian sementara maupun permanen," tegas King Badak, Ketua Umum Badak Banten Perjuangan, seorang aktivis dari Banten.
(Red)