Dari Desa Untuk Negeri: Lomba Literasi Puspita 2025 Nyalakan Api Pendidikan Menuju Indonesia Emas 2045

Di tengah udara sejuk pegunungan dan riuh semangat anak-anak bangsa, Lomba Literasi Puspita 2025 resmi digelar dengan gaung yang melampaui batas desa. Bukan sekadar kompetisi, kegiatan ini menjadi gerakan nyata yang menumbuhkan kecintaan membaca, membentuk karakter, dan mempersiapkan generasi menuju Indonesia Emas 2045.
Ketua Panitia, Endang Puspitorini, mengatakan dengan tegas bahwa literasi bukan hanya tentang buku dan kata, melainkan tentang membangun manusia seutuhnya (10/8/2025).
“Lomba literasi ini bukan sekadar ajang kompetisi. Ia adalah ruang tumbuh, tempat anak-anak belajar mengenal dunia lewat kata, bukan layar. Kami ingin mereka tumbuh tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bijak secara emosional, kritis dalam berpikir, dan peduli terhadap sesama,” ujarnya.
Endang mengakui, tak semua pihak memandang penting lomba seperti ini. Ada yang menganggapnya formalitas dan kalah pamor dari acara hiburan yang gemerlap. Namun, keyakinannya teguh bahwa dari 150 peserta yang mendaftar, kelak akan lahir pemimpin bangsa yang peduli pendidikan, bukan sekadar kekuasaan.
Kegiatan ini sepenuhnya didanai sponsor yang peduli pendidikan. Panitia juga merancang program lanjutan, yaitu pembangunan Taman Lalu Lintas Anak sebagai sarana edukasi keselamatan sejak dini.
“Meski tertatih, kami berjanji akan membangunnya dengan semangat yang tak pernah padam. Kami percaya tangan Tuhan bekerja lewat orang-orang baik yang peduli,” tambahnya.
Endang menyampaikan terima kasih khusus kepada Ibu Risa Kusumaningrum, M.B.A., dan Bapak Kombes Pol Fannky Ani Sugiarto, SIK, M.Si., sebagai orang tua asuh kegiatan. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Dr. Jeanne Francoise, S.Hum., M.Si. (HAN), dosen tetap Hubungan Internasional President University, yang hadir di tengah kesibukan, serta para penggiat literasi dan tamu undangan.
“Kehadiran Bapak-Ibu adalah bukti bahwa literasi bukan sekadar urusan kata, tapi urusan hati. Pendidikan bukan hanya tentang angka, tapi tentang cinta dan masa depan,” tegasnya.
Keterlibatan Lintas Sektor dan Inovasi Lomba
Dr. Jeanne Francoise, akrab disapa Mbak Jen mengatakan mengaku bangga melihat perkembangan Lomba Literasi Puspita sejak terakhir hadir tiga tahun lalu.
“Saya melihat peningkatan signifikan. Stakeholder yang terlibat semakin banyak—Bawaslu, TNI-Polri, Balai Bahasa, Arsip Daerah, hingga akademisi. Jenis lombanya pun lebih variatif, termasuk sulap science yang kreatif dan edukatif,” jelasnya.
Menurutnya, lomba ini bukan sekadar acara tahunan, tetapi forum silaturahmi lintas sektor yang memupuk kolaborasi. Ia juga menjadi salah satu tokoh yang meletakkan batu pertama pembangunan Taman Lalu Lintas Anak.
“Batu itu simbol fondasi yang kokoh. Literasi adalah dasar peradaban. Tanpa kemampuan membaca, bangsa ini akan runtuh. Dengan literasi, masa depan kita kuat,” tegas Mbak Jen.
Stimulus Belajar dan Motivasi Jangka Panjang
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo, Mustofa, menilai lomba ini sebagai momentum strategis membangun mindset belajar yang berkelanjutan.
“Persiapan lomba mendorong anak dan orang tua aktif mencari referensi, berlatih, dan berkompetisi sehat. Ini menumbuhkan kesadaran belajar mandiri, bukan sekadar kegiatan seremonial,” ungkapnya.
Ia mengapresiasi kolaborasi masif antar instansi, termasuk kehadiran dua Balai Bahasa, akademisi, dan lintas dinas. Mustofa juga menekankan pentingnya Taman Lalu Lintas Anak sebagai media belajar yang nyata.
“Belajar dari gambar di buku itu baik, tapi belajar langsung di lapangan jauh lebih efektif. Anak-anak akan memahami makna rambu dan tata tertib lalu lintas dengan pengalaman langsung,” jelasnya.
Dari Gerakan Kecil Menuju Perubahan Besar
Lomba Literasi Puspita 2025 bukan hanya tentang piala dan juara, melainkan tentang menghidupkan api perubahan dari desa untuk negeri. Dengan dukungan lintas sektor, kreativitas panitia, dan semangat anak-anak, kegiatan ini diharapkan menjadi inspirasi di seluruh Indonesia.
Endang menutup dengan pesan yang membekas di hati peserta dan hadirin:
“Mari kita nyalakan api perubahan dari desa kecil ini. Dari gerakan kecil akan lahir Indonesia emas 2045—Indonesia yang tumbuh dari literasi, bukan ilusi. Indonesia yang dibangun oleh anak-anak yang berani bermimpi, dan orang dewasa yang berani mendampingi pungkasnya.